Kamis, 24 April 2008

Sastra Khalill Gibran

Bag I
ANTARA CINTA, WANITA DAN NESTAPA
(Catatan Kecil Tentang Gibra Khalil Gibran)
KHAIRUDDIN RANGKUTI
Jurusan Sastra Arab
Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara


Terlahir dengan nama Gibran Khalil Gibran, pada 6 Januari 1883 H, di Besharri -sebuah desa di atas Jabal Urz (Gunung Padi), Libanon. Dalam bahasa Arab tertulis Jubran khalil Jubran
Masa kecilnya sering kali dilewati dengan merenung seraya menatap pemandangan alami di atas gunung, terkadang duduk tenang sembari melayangkan pandangan ke telaga yang memancarkan air.


Keluarga Gibran adalah pengikut gereja Katolik Haronite. Mereka berasal dari golongan masyarakat tingkat menengah yang sederhana.
Ayahnya, Khalil Gibran bin Saad bin Yusuf bin Gibran, pernah meringkuk dalam tahanan. Ia terlibat pemalsuan pungutan pajak atas para petani di Besharri. Ia juga dikenal seorang pemabuk berat. Kendati demikian hubungan antara Gibran dengan Ayahnya terjalin kasih yang mendalam. Tak jarang mereka melancong menunggang keledai melihat laut dari puncak gunung padi.


Sementara ibunya adalah Kamila binti Khury Asthofani, putri seorang pendeta Maronite yang terpandang didesa itu. Pada usia 18 tahun, ia berkeinginan keras menjadi biarawati, namun ditentang oleh seluruh keluarga, yang lantas menjodohkannya dengan pemuda bernama Abdul Salam. Kamila bertandang ke Brasil bersama suaminya yang kemudian dikaruniai anak bernama Petrus(Peter), dalam bahasa Arab tertulis Butrus. Satu tahun kemudian Abdul Salam meninggal dunia, hingga Kamila terpaksa kembali ke Libanon.
Pada tahun 1877 M Kamila menikah lagi dengan Khalil Gibran bin Saad. Dari perkawinan yang kedua ini Kamila memperoleh tiga orang anak, yaitu Gibran Khalil Gibran, Mariana dan Sulthanah.


Kamila menguasai beberapa bahasa (poliglot). Sang Ibulah yang pertama kali memperkenalkan kepada Gibran cerita-cerita Arab yang termasyhur seperti Harun Al- Rashid, Kisah Seribu Satu Malam, dan syair-syair Abu Nawas. Ia juga yang mendorong Gibran untuk mengembangkan seni lukisnya. Pengaruh wanita ini sangat besar dalam perkembangan jiwa Gibran.
Gibran Khalil Gibran menghabiskan masa kecilnya dalam suasana serba kekurangan, di tengah-tengah himpitan ekonomi yang melanda Libanon.


Secara umum, faktor lemahnya ekonomi membuat seseorang, atau kebanyakan orang berpindah dari satu negara ke negara lain untuk mencari penghidupan yang lebih layak. Demikianlah, Kamila bersama-sama keempat anaknya Petrus, Khalil Gibran, Mariana dan Sultanah hijrah ke Amerika Serikat, langsung menuju Boston, di sebuah kawasan Pacinan (China Town). Sedangkan suaminya tidak turut serta, karena berbagai alasan. Di kawasan ini banyak menetap orang-orang dari Besheri (Libanon) dan juga orang-orang dari Syiria. Dengan demikian keluarga Gibran tidak terlalu banyak menghadapi kesulitan berada di kawasan ini.
Untuk melengkapi hidupnya di kawasan ini, mereka mulai mencari nafkah. Kamila, Petrus dan kedua anak perempuan mulai bekerja. Sedangkan Gibran tidak

diperkenankan oleh ibunya untuk bekerja, karena ia harus melanjutkan sekolahnya agar kelak menjadi orang pandai dan terkenal.
Gibran dikirim ke sebuah sekolah negeri di Amerika tempat belajar anak-anak segala bangsa. Di sini Gibran merupakan anak yang pandai, bahkan genius. Dalam waktu dua tahun ia telah dapat menggunakan bahasa Inggris dengan baik dan memahami buku-buku tanpa kesulitan.
Setelah melewati waktu dua tahun, kehidupan mereka cukup lumayan, bahkan bertambah baik. Harapan mereka terpenuhi ,karena dapat menyekolahkan Gibran ke jenjang sekolah yang lebih tinggi.


Pada tahun 1898 Gibran kembali ke tanah airnya, Libanon. Ia belajar di sekolah Kristen Maronite Al-Hikmat, Beirut, khusus untuk bidang bahasa dan kebudayaan Arab.
Dalam masa liburan sekolah, Gibran selalu mengunjungi ayahnya di Besherri. Sang Ayah pun sering mengajaknya berkemah di gunung-gunung dan mengunjungi tempat-tempat bersejarah. Gibran kembali sering menikmati segarnya udara pegunungan Libanon. Sebuah kenangan indah bersama sang ayah yang tak mampu dilukiskan, memenuhi jiwanya.
Gibran sering mengunjungi biara tua. Mar Sarkis yang terletak di lembah pegunungan yang sunyi. Di tempat ini, ia sering duduk menghabiskan waktu. melempar pikiran ke masa depan. Ia ingin membeli biara tua ini, jika ia sudah menjadi kaya. setelah di Amerika kelak menjadi orang terkenal.

0 Komennt: