Kamis, 24 April 2008

Sastra Khalill Gibran

Bag III

Masa lalu Gibran Khalil Gibran memangg sarat dengan kepedihan clan kehilangan. Sejak dirinya dipaksa untuk memahami maut sebagai perenggut tawa dan senyumnya. Maut telah merenggut orang-orang yang dicintainya. Betapa berat musibah yarlg dipikul oleh Gibran, saat Sultanah, saudara perempuannya meninggal, pada tahun 1902. Saat Peter (Butrus), saudara laki-lakinya meninggal pada tahun 1903. kehilangan orang-orang yang dicintainya itu terus berlanjut pada puncaknya, yakni kehilangan wanita yang paling ia cintai, ibunya. Ibu bagi Gibran adalah segalanya, seperti yang ia katakan : "... kata terindah di bibir umat manusia adalah kata ibu, dan panggilan terindah adalah ibuku".

Ketiga kehilangan besar yang berturut-turut itu tidak saja memukul jiwanya tetapi juga berpengaruh bagaimana Gibran memperlakukan Tuhannya, Cedera psikologis berpengaruh pula pada kesehatannya.
Dari percobaan -percobaan yang ia lakukan dari perjalanan-perjalanan yang ia lewati semata-mata hanya untuk mendekati sang ibu atau wanita lairn yang menyerupainya, Gibran bisa mencintai wanita tapi tak bisa untuk menikahinya. Ini ah kehidupan anak-anak Apolon yang terbuang ke negeri asing yang pekerjaannya menjadi asing jalannya lamban, dan tawanya adalah tangis,
Akhirnya dalam urainan ini, tentunya penulis ini akan mampu mengungkapkan pribadi Gibran secar utuh. Sebab, Mikhail Naimah saja, yang hidup menemainnya selama lima belas tahun mersa was – was mengungkapkan kehidupan gibran. "kalau ada yang ingin mengetahuinya, harus meneliti semua karya yang ditulis Gibran, mulai dari Al – Musiqo (musik) hingga Al-Taih (sicongkak)

0 Komennt: